• Cerita
  • Curious Kids: Apa yang Dimimpikan Orang Buta saat Mereka Tidur?
Cerita

Curious Kids: Apa yang Dimimpikan Orang Buta saat Mereka Tidur?

Untuk memahami bagaimana orang-orang buta bermimpi dalam tidurnya, kita perlu membedakan pengalaman dari mereka yang telah buta sejak lahir dengan mereka yang baru mengalami kebutaan di tengah perjalanan hidup.

Ilustrasi tidur dan mimpi. (Foto oleh Vlada Karpovich: https://www.pexels.com)

Oleh : Kevin Duffy, Dalhousie University

Apa yang dimimpikan orang buta saat mereka tidur? – James

Manusia adalah makhluk yang sangat visual. Hampir setengah dari otak kita fokus untuk memproses informasi visual. Bahkan, sebagian besar jaringan otak yang bertanggung jawab untuk menyediakan pengelihatan telah terbentuk sejak awal perkembangan janin.

Ini berarti bahwa sejak masa kelahiran kita, kita mulai mengumpulkan berbagai pengalaman dan kenangan hidup yang sangat bergantung pada penglihatan.

Sepanjang hayat, kita mengaitkan sebagian besar interaksi kita dengan gambaran visual, ketimbang dengan ingatan dan pengalaman yang terbentuk lewat indera pendengaran atau penciuman. Jadi, bagi kita yang memiliki penglihatan yang “normal”, mimpi kita saat tidur dipenuhi gambaran visual yang kita alami langsung saat mata kita terbuka.

Untuk memahami bagaimana orang-orang buta bermimpi dalam tidurnya, kita perlu membedakan pengalaman dari mereka yang telah buta sejak lahir dengan mereka yang baru mengalami kebutaan di tengah perjalanan hidup.

Tampak jelas dan imajinatif

Manusia yang lahir tanpa penglihatan tidak mampu mengumpulkan memori visual, jadi mereka memahami dunia sepenuhnya melalui indera yang lain. Akibatnya, orang-orang dengan kebutaan saat lahir mengembangkan kemampuan luar biasa untuk memahami dunia melalui serangkaian pengalaman dan ingatan yang berasal dari indera non-visual mereka.

Woman waking up in bed
Mimpi orang-orang buta yang baru mengalami kebutaan di tengah kehidupannya menjadi kurang visual seiring hidupnya berjalan tanpa penglihatan.
(Kinga Cichewicz/Unsplash)

Mimpi-mimpi dari seseorang yang terlahir buta bisa tetap sejelas dan seimajinatif mereka yang memiliki penglihatan “normal”. Bagaimanapun, mimpi-mimpi itu tetap unik, karena terbentuk dari pengalaman dan memori non-visual yang mereka kumpulkan.

Ketika seseorang dengan pengelihatan “normal” bermimpi tentang seorang teman menggunakan kenangan visual dari bentuk, pencahayaan, dan warna yang mereka lihat langsung, orang buta akan mengaitkan teman yang sama dengan kombinasi unik dari indera non-visual mereka yang menggambarkan teman itu.

Dengan kata lain, orang-orang yang buta sejak lahir secara umum memiliki pengalaman bermimpi yang serupa, tetapi mereka tidak bermimpi dalam bentuk gambar.

Pengalaman mimpi seseorang yang kehilangan penglihatan di kemudian hari akan sangat berbeda dari seseorang yang buta sejak lahir. Orang-orang yang kehilangan penglihatan di kemudian hari memiliki kemampuan untuk mengumpulkan banyak pengalaman visual yang dapat muncul dalam mimpi mereka dan dengan cara yang sangat mirip dengan orang yang dapat melihat.

Menariknya – sebagaimana kita bisa prediksikan – mimpi orang yang mengalami kebutaan di tengah perjalanan hidupnya menjadi kurang visual seiring hidupnya berjalan tanpa penglihatan dan beralih mengumpulkan lebih banyak pengalaman tanpa indera pengelihatan.


Apakah kamu punya pertanyaan yang ingin ditanyakan ke ahli? Minta bantuan ke orang tua atau orang yang lebih dewasa untuk mengirim pertanyaanmu pada kami.

Ketika mengirimkan pertanyaan, pastikan kamu sudah memasukkan nama pendek, umur, dan kota tempat tinggal. Kamu bisa:The Conversation


Kevin Duffy, Professor, Department of Psychology and Neuroscience, Dalhousie University

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Conversation
Conversation
The Conversation Indonesia adalah platform media digital nirlaba yang menyebarkan informasi berbasis bukti dan sains bersumber dari dosen dan peneliti. Redaksi Propublika.id menyebarkan gagasan menarik yang berlisensi creative commons (cc) dari portal theconversation.com.
Bagikan
Berikan Komentar