Tahukah Anda bahwa badak juga ada di Kalimantan? Badak itu diberi nama Pahu, seekor badak betina. Setelah diteliti, Pahu merupakan seekor badak Sumatera. Lantas, bagaimana badak Sumatera bisa hidup di hutan Kalimantan Timur?
Pahu ditemukan pada Minggu, 25 November 2018, di sekitar Sungai Pahu, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Setelahnya, Pahu dirawat di Suaka Badak Kelian (SBK) di Hutan Lindung Kelian, kawasan yang dikelola PT Hutan Lindung Kelian Lestari. Penemuan Pahu ini membuka mata banyak orang bahwa badak di Kalimantan bukan mitos belaka.
Selama ini, Indonesia dikenal sebagai rumah bagi dua badak paling langka di dunia. Pertama, badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) yang hanya tersisa di Taman Nasional Ujung Kulon. Di Pulau Sumatera ada badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis). Badak jenis itu mendiami Kawasan Ekosistem Leuser, Aceh dan di Taman Nasional Way Kambas, Lampung.
Penemuan Pahu otomatis menjadi hal yang menarik karena ada di Pulau Kalimantan. Selain Pahu, pemerintah juga pernah mendeteksi adanya pergerakan badak Sumatera di Kalimantan Timur. Tepatnya di wilayah Kabupaten Mahakam Ulu. Badak itu masih dipantau di hutan lebat dan pemerintah mengimbau warga untuk melapor jika melihat aktifitasnya.
Beberapa ahli memperkirakan, badak Sumatera bisa ditemukan di Kalimantan lantaran jutaan tahun lalu pulau Sumatera, Jawa, dan Kalimantan tersambung di daratan yang sama. Daratan itu disebut sebagai Paparan Sunda. Dengan demikian, flora dan fauna yang ada di tiga pulau itu relatif sama karena berada di satu daratan.
Kondisi di masa silam itu juga membuat satwa dari daratan satu bisa bermigrasi ke daratan lain. Jutaan tahun kemudian, terjadi fenomena alam berupa gerakan bumi dan naiknya permukaan laut akibat mencairnya es di kutub.
Itu berakibat sejumlah daratan di Paparan Sunda terendam air dan terkikis. Hal itu yang membuat Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Kalimantan saat ini terpisah oleh laut.
Baca juga : Tiga Alasan Mengapa Festival Film Penting bagi Perkembangan Film Indonesia
Nah, setelah fenomena alam panjang itu, diperkirakan ada badak Sumatera yang “terperangkap” di pulau yang saat ini kita sebut sebagai Kalimantan. Pahu merupakan salah satu keturunannya.
Namun, Pahu tidak benar-benar sama dengan badak Sumatera. Meskipun memiliki kemiripan DNA dengan badak di Pulau Sumatera, Pahu memiliki ciri fisik yang berbeda.
Badan Pahu panjangnya 200 cm dan tinggi 107 cm. Itu lebih kecil dibandingkan badak Sumatera yang panjang badannya mencapai 300 cm dan tinggi 140-an cm. Berat badan Pahu saat pertama masuk karantina 320 kilogram. Saat ini, di tahun 2023, berat badannya naik menjadi 366 kilogram. Berat badan itu lebih ringan dibandingkan dengan badak Sumatera yang beratnya mencapai 800 kilogram.
Perbedaan ukuran tubuh ini diperkirakan akibat evolusi badak Sumatera di Kalimantan. Tubuh mereka menyesuaikan lingkungan, makanan, dan suhu di tempat tinggalnya di hutan Kalimantan. Menurut sejumlah ahli, berat badan Pahu itu ideal dengan ukuran tubuhnya.
Adapun meningkatnya berat badan Pahu akibat asupan nutrisi yang cukup saat di tempat karantina. Berdasarkan struktur giginya, umur Pahu diperkirakan 30 tahun.
Program “bayi tabung” badak
Baru-baru ini, pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya untuk melestarikan Pahu. Kenapa itu penting?
Saat berkunjung ke Balikpapan, Kalimantan Timur, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Satyawan Pudyamoko, mengatakan, badak Sumatera yang berada di Kalimantan, khususnya Kalimantan Timur, yang terpantau hanya berjumlah 2 ekor. Dan, semua yang terpantau itu berjenis kelamin betina.
“Oleh karena itu, kami berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelestarian Badak Sumatera yang berada di Kalimantan. Salah satunya dengan pengembangbiakan buatan atau bayi tabung dengan induk Badak Sumatera yang ada di Taman Nasional Way Kambas atau lokasi lainnya di Sumatera,” kata Satyawan, 30 November 2023.
Baca juga : Yang Mengerikan dari “Ikam Hanyarkah di Samarinda?”
Istilah medis proses itu adalah Assisted Reproductive Technology atau ART. Ia adalah teknologi yang membantu pengembangbiakan di luar tubuh induk aslinya. Itu seperti bayi tabung yang diterapkan pada manusia.
Proses bayi tabung badak itu dibantu tim dari IPB University. Sel telur (Oosit) Pahu diambil tim tersebut di Kutai Barat, didampingi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur.
Kepala BKSDA Kalimantan Timur M Ari Wibawanto mengatakan, proses tersebut mesti berjalan cepat dan tepat waktu. Sel telur itu berpotensi sulit diproses jika terlalu lama di luar tubuh induknya. Ia mesti segera diproses di tempat dengan suhu yang tepat dan stabil di laboratorium.
“Dalam kurun waktu 20 jam, sel telur (Oosit) badak Pahu harus dapat diterima di Laboratorium IPB University Bogor dari sanctuary (suaka) badak kami di Kelian, Kutai Barat,” kata Ari.
Selain itu, tim dari IPB University juga mengambil sampel genetik lain dari Pahu untuk diteliti. Mereka mengambil sel kulit dan darah dari tubuh Pahu. Sampel itu bakal dianalisis di laboratorium IPB University di Bogor.
“Jika proses pembuatan embrio badak Pahu ini dapat berjalan dengan baik dan lancar, kita akan titipkan embrio tersebut ke rahim salah satu badak betina yang berada di Sumatera sebagai induk titip atau induk pengganti (surrogate mother),” ujar Muhammad Agil, seorang dokter hewan yang juga ketua tim ART IPB University.
Baca juga : Kapan Kita Layak meng-“cancel” Seseorang Maupun Karyanya Akibat Perilaku Tercela?
(IAN/FX)