• Esai
  • Peluang Politik Digital Indonesia Pasca-Pemilu 2024
Esai

Peluang Politik Digital Indonesia Pasca-Pemilu 2024

Setelah Pemilu 2024, bagaimana kemungkinan politik di dunia digital? Ubaidillah, Koordinator Tim Riset Keterlibatan Politik Digital Generasi Z, PRMB BRIN, menelaahnya secara singkat.

Ilustrasi gaya cyberpunk, dibuat di deepai.org.

KONFIGURASI pembagian kekuasaan di Jakarta era 2017-2022 menjadi gambaran ideal demokrasi yang bisa dicapai Indonesia. Anies Baswedan menjabat gubernur DKI Jakarta dengan infrastruktur mediasi yang minim. Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Amanat Nasional yang menjadi pengusungnya hanya menguasai 44 dari total 101 kursi di DPRD DKI Jakarta. Komposisi ini memberikan debat berarti dalam penyusunan kebijakan publik karena ruang parlemen diisi oleh perspektif oposisional. Masyarakat Jakarta selalu mendapatkan pandangan kedua atau bahkan ketiga dari sebuah rencana. Diskusi parlemen yang argumentatif menjadi bagian penting dari pendidikan politik bagi publik. Masyarakat terlatih menikmati demokrasi sebagai pasar ide yang berisik dan mensimulasikan sebuah rencana dari berbagai perspektif.

Sejumlah media massa arus utama pun berada dalam posisi yang lebih independen dalam memainkan peran sebagai pilar keempat demokrasi. Sebab, mereka tidak memiliki relasi ekonomi politik dengan partai-partai pengusung Anies Baswedan. Pengawasan internal dan eksternal berlangsung optimal menjaga pembangunan dan demokrasi berlangsung selaras, tanpa menihilkan salah satu di antaranya seperti era Orde Baru.

Kestabilan politik dicapai melalui konsensus yang dihasilkan dari mekanisme argumentatif dalam ruang-ruang kepublikan, seperti sidang parlemen, talkshow media massa, atau unjuk rasa. PDI Perjuangan dan Partai Solidaritas Indonesia, misalnya, menjadi lawan diskusi yang bermartabat dari pemerintahan Anies Baswedan. Keriuhan debat eksekutif dan legislatif di Jakarta ini menjadi oase demokratis di tengah pragmatisme politik yang berhasrat pada zero oppositions dengan berbagai kompensasi.

Indonesia sebagai negara pasca-otoritarian perlu keluar dari corak pencapaian kestabilan yang berbasis keseragaman dalam koalisi, baik yang bersifat formal maupun asosiatif. Realitas politik demikian mengimplikasikan pemahaman publik tentang demokrasi sebagai transaksi. Pada logika inilah politik uang melandaskan diri karena masyarakat mengembangkan rasionalitas transaksional jangka pendek.

Sebenarnya masyarakat pun menyadari bahwa menerima uang sebagai imbal jasa memilih calon tertentu merupakan perbuatan salah dan melanggar hukum, tetapi mereka pun menyadari bahwa setelah calon terpilih lebih sering melupakan mereka. Uang yang mereka terima adalah satu-satunya keuntungan yang mereka rasakan dari proses elektoral yang berlangsung. Prinsip transaksional sebenarnya tidak sepenuh tercela dalam politik. Politik sendiri merupakan arena pergulatan berbagai pihak dengan berbagai kepentingan. Penjaringan aspirasi itu akhirnya menghasilkan kontrak politik yang pemenuhannya dilakukan melalui proses diskursif antara parlemen dan eksekutif.

Demokrasi sebagai proses diskursif inilah yang mengalami pengerdilan karena upaya pengondisian yang radikal melalui mekanisme penyeragaman untuk menciptakan kestabilan. Dalam konfigurasi makna demikian, konfrontasi, petisi, atau bahkan sekadar diskusi menjadi anomali yang mengganggu jalannya pembangunan. Demokrasi Indonesia dibangun di atas landasan kemerdekaan berpendapat dan berserikat karena mengandaikan semua proses itu adalah hal yang alami dalam politik.

Memperkuat Oposisi Digital

Pada tulisan yang diterbitkan di Harian Kompas (7/10/2023), saya mengajukan tesis bahwa semua kontestan pemilihan presiden 2024 ini memiliki jaringan dengan Presiden Joko Widodo dan itu menguntungkannya. Politik tiga kaki ini patut kita lihat kelanjutannya setelah hasil hitung cepat lembaga-lembaga survei menempatkan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai pemenang kontestasi. Di tengah upaya pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengumpulkan bukti kecurangan penyelenggaraan pilpres 2024 ini, Surya Paloh dipanggil Presiden Jokowi dan PDI Perjuangan tak kunjung memberikan sikap formal yang tegas terkait dengan keanggotaan Jokowi dan Gibran sebagai kader yang mengambil sikap politik berbeda dengan keputusan partai dalam pengusungan calon dalam pilpres ini. Dua fenomena ini dapat menjadi pintu masuk untuk pembentukkan koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang.

Perubahan arah partai pengusung utama kontestan pilpres ini dapat berarti pembubaran koalisi masing-masing atau turut membawa serta partai-partai koalisi bermigrasi. Perubahan ini dicermati karena berdampak pada arah politik media massa sebagai pilar keempat demokrasi. Konglomerasi media membuat sosok-sosok di pilar legislatif, eksekutif, atau bahkan yudikatif memiliki kaitan dengan pilar keempat tersebut. Periode pemerintahan Jokowi disebut oleh Mietzner (2018) telah sampai tahap mengeksploitasi pemerintahan untuk meningkatkan kepemilikan media. Konsolidasi kekuasaan seperti demikian dapat memunculkan dominasi perspektif dalam menilai sebuah kebijakan publik.

Virdika Rizki Utama (15/2/2024) menawarkan diskusi bahwa Anies Baswedan dapat menjadi suar oposisi. Posisi Anies Baswedan seperti Jokowi pada awal karir tingkat nasionalnya. Dia tidak memiliki infrastruktur partai politik maupun jaringan media massa. Artinya dia hanya akan menjadi suar oposisi yang tidak berada dalam pilar-pilar demokrasi tradisional bila akhirnya Partai Nasdem bergabung dalam koalisi di masa mendatang.

Baca juga: Kumpulan Tulisan Mengenang Ignas Kleden

Rocky Gerung adalah fenomena yang menonjol di tengah kehampaan demokrasi yang tidak memiliki suara oposisi yang kuat. Anies Baswedan, bila pun kelak memutuskan menjadi oposisi, akan menjadi oposisi individual sama seperti Rocky Gerung. Pada debat calon presiden yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum pun, Anies Baswedan menggunakan perspektif publik dalam menilai kondisi politik Indonesia.

Oleh karena itu, dia mengangkat isu Kanjuruhan dan KM 50 yang secara formal telah dianggap selesai, tetapi publik di media sosial masih mempertanyakan keadilan penyelesaian kasus tersebut. Anies Baswedan bahkan mengakuisisi perspektif publik dalam menilai keadaan kebebasan berpendapat di Indonesia dengan menyampaikan Wakanda no more. Wakanda dan Konoha kerap digunakan sebagai kata ganti Indonesia agar tidak terkena kasus hukum akibat menyampaikan kritik atau mengeluh tentang kondisi Indonesia.

Anies Baswedan dapat menjadi bagian dari jaringan individu yang terbentuk di dunia digital. Dia dapat menjadi suar oposisi dari politik digital Indonesia. William H. Dutton (2023) menyebut jaringan individu tersebut adalah pilar kelima demokrasi. Jaringan individu digital ini tidak hanya menuntut transparansi dan akuntabilitas sebuah kebijakan publik, tetapi juga terhadap kerja jurnalistik yang menghasilkan sebuah pemberitaan.

Realitas pergeseran pembagian kekuasaan dari tatanan tradisional lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dan pers menjadi lima pilar adalah keniscayaan zaman. Penguatan oposisi digital dapat menjadi peluang dan pilihan di tengah kemungkinan pragmatisme aktor-aktor formal. Penguatan demokrasi dapat dilakukan dengan menguatkan jaringan individu yang dimediasi oleh teknologi digital. Film dokumenter seperti Sexy Killer dan Dirty Vote yang menemani pilpres 2019 dan 2024 melalui kanal Youtube pun menjadi bagian dari produk politik digital Indonesia.

Di wilayah Asia, politik digital telah menghasilkan contoh signifikan perannya dalam krisis politik di Thailand dan Korea Selatan yang menghasilkan kudeta militer dan pemakzulan (Simpeng, 2021; Hyunjin, 2022). Dari dua contoh ekstrim itu, kita dapat melihat kontingensi politik digital-mendukung demokratisasi melalui pemakzulan konstitusional atau menjadi arena ide anti-demokrasi karena mendukung kudeta sepihak terhadap pemimpin yang dipilih secara demokratis.

Oleh karena itu, penguatan oposisi digital dengan ide-ide demokratis menjadi bagian penting dari penguatan demokrasi Indonesia. Pada proses perhitungan suara Pemilu 2024 pun politik digital di Indonesia telah berlangsung. Kawal Pemilu, melalui kawalpemilu.org, memoderasi jaringan individu untuk secara sukarela menjaga akuntabilitas penyelenggaraan pemilu dengan mengumpulkan formulir Model C1 Plano agar hasil perhitungan KPU mendapat pembanding yang setara. Individu-individu dalam jaringan digital pun bergotong royong membiayai server Kawal Pemilu tersebut.

Baca juga: Yang Mengerikan dari “Ikam Hanyarkah di Samarinda?”

Pemilu 2024 didominasi pemilih yang merupakan digital native. Diselenggarakan dengan dukungan teknologi digital, pemilu dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas demokrasi Indonesia dengan menekankan transparansi dan partisipasi secara setara sebagai logika dasar kehidupan digital agar meresap masuk dalam budaya dan sistem politik kita. Pada titik ini, mengupayakan demokrasi digital berarti mengarusutamakan argumentasi dalam diskusi partisipatoris yang tidak risih dengan konfrontasi, oposisi, atau demonstrasi sebagai proses sosial mencapai kebajikan publik.

Pada bagian penutupnya, Dutton (2023) mengajukan Indonesia sebagai contoh negara yang meski memiliki kesenjangan digital, tetapi memiliki potensi pembentukan pilar kelima demokrasi tersebut karena telah memenuhi critical mass—jumlah terkecil yang memungkinan reaksi berantai yang berkelanjutan. Asumsi hipotesis Dutton ini dapat kita periksa dari jumlah pengguna media sosial di Indonesia yang telah mencapai 213 juta orang. Jumlah tersebut setara 77% dari keseluruhan populasi penduduk Indonesia yang berjumlah  276,4 juta. Selain itu, sebanyak 113 juta pemilih dalam Pemilu 2024 adalah generasi milenial dan Z yang dapat menjadi kekuatan politik digital di Indonesia. []

**) Isi artikel ini menjadi tanggung jawab penulis. Redaksi menerbitkan ini sebagai wadah untuk diskusi, kebebasan berekspresi, dan kebebasan berpendapat.

Ubaidillah
Ubaidillah
Koordinator Tim Riset Keterlibatan Politik Digital Generasi Z, Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN. Tengah menekuni kajian bahasa dan politik digital.
Bagikan
Berikan Komentar