Oleh: Devi Anggar Oktaviani
Beberapa hal menyenangkan dari mengendarai motor adalah momen saat mengamati speedometer melaju, merasakan deru angin melewati wajah, atau merasakan gravitasi menarik diri lebih dekat ke sudut yang kabur. Seketika hal yang berkaitan dengan gender berhenti menjadi masalah. Hanya mesin dan dirimu. Itulah kebahagiaan berada di jalanan. Itulah kebebasan.
Kepuasan menjelajah jalanan dengan sepeda motor merupakan sesuatu yang netral gender: gemuruh yang menggeram dari dalam mesinmu saat kau memutar throttle; distorsi suara dan penglihatan pada jarak 70 kilometer per jam; kecenderungan yang tiba-tiba menarik kau dan motormu meninggalkan lalu lintas di belakang.
Baca juga : Kapan Kita Layak meng-“cancel” Seseorang Maupun Karyanya Akibat Perilaku Tercela?
Selama bertahun-tahun saya bersepeda motor—dan saya telah berkendara seperempat dari hidup saya sekarang, dengan mesin yang berbeda, di segala macam tempat—mengajarkan saya bahwa kesenangan mengendarai motor merupakan hal yang netral gender. Tak ada monopoli atas jenis kelamin tertentu, tetapi orang-orang secara konsisten berasumsi bahwa mereka yang melakukannya adalah laki-laki.
Dalam beberapa hal, mereka tidak salah untuk beranggapan seperti itu. Sejak kecil saya terpesona oleh mesin. Sepeda motor menemukan jalan mereka ke dalam hidup saya bahkan sebelum saya tau apa arti “feminisme” atau “bias gender”. Di kota besar juga di desa, laki-laki tiga kali lebih mungkin mengendarai sepeda motor, moped, atau skuter daripada perempuan. Sangat jarang saya bertemu dengan sesama perempuan yang berkendara di atas roda dua, terutama yang berkendara sendirian. Pesan dari budaya populer mengatakan bahwa sepeda motor untuk laki-laki. Iklan-iklan di televisi juga turut menyuburkan budaya tersebut dengan menampilkan maskulinitas pria melalui sepeda motor.
Mengapa begitu sedikit perempuan yang bersuka-ria berkendara di atas kuda besi?
Situasi tersebut berkaitan antara manusia dan mesin. Secara historis, mesin diartikan sebagai kepemilikan maskulin—tenaga kerja dan industri, perang, hingga militerisme. Hubungan perempuan dengan mesin, sebaliknya, dibatasi pada lingkup domestik. Meski saat ini negara-negara yang melarang perempuan mengendarai mobil telah menghapus aturan tersebut, dalam imajinasi popular, bagi perempuan mobil tetap merupakan perluasan dari rumah. Alat untuk berbelanja bahan makanan atau menjemput anak-anak—tugas yang tidak terlalu cocok untuk sepeda motor.
Perkara lain yang berkaitan dalam imajinasi publik mengenai motor di antaranya kejahatan, penyimpangan, dan agresi. Beberapa insiden yang kerap terdengar melibatkan motor seperti kasus kejahatan anggota geng motor hingga konvoi komunitas motor gede ibu kota—selama bertahun-tahun telah menorehkan persepsi luas bahwa sepeda motor adalah kendaraan untuk geng—yang terutama terdiri atas laki-laki—terlibat dalam kegiatan berbahaya, kalau tidak bisa dibilang jahat.
Baca juga : Orangutan Kurus yang Viral di Kutai Timur: Induk Dievakuasi, Anaknya dalam Pencarian
Umumnya pengendara laki-laki memiliki sebuah spektrum maskulinitas berbasis sepeda motor yang berbeda untuk dipilih: pengendara dengan jaket metroseksual; pecandu adrenalin gila “Mad Max”; tukang ojek daring juga pangkalan; bahkan pembalap liar.
Sebaliknya, ketika perempuan mengasosiasikan diri dengan sepeda motor, setidaknya dalam budaya pop, kami sekadar dianggap sebagai penumpang. Atau sebagai contoh ambillah Carrie-Anne Moss yang berperan sebagai Trinity dalam “The Matrix”, Megan Fox sebagai pemeran Mikaela Banes dalam “Transformers” atau Anne Hathaway sebagai Catwoman dalam film “The Dark Knight Rises”. Ada orang-orang yang berpendapat bahwa pengendara motor perempuan sebagai tanda kemajuan. Sisanya beranggapan hal ini sebagai bentuk lain dari objektifikasi.
Sayangnya, sampai kita memiliki lebih banyak iklan dan produk sepeda motor yang ditujukan untuk perempuan—bukan sebagai penumpang, tetapi sebagai pengendara, sampai kita mendapatkan lebih banyak model pengendara sepeda motor perempuan, seperti penulis perjalanan Inggris Lois Pryce, sampai kita memiliki lebih banyak klub sepeda motor wanita, kita semua harus terus mengoreksi asumsi, menjelaskan bahwa “Ini bukan motor pacar saya, dan ya, saya mengendarainya sendiri.”
Keep on riding!
Juni 2018
*Tulisan ini semula terbit di blog pribadi penulis. Penulis adalah SEO Editor.